One Piece: Bukan Hanya Sekadar Anime Berepisode Panjang

 



Siapa yang tidak kenal series One Piece? Series manga yang dimulai semenjak tahun 1992, dan dianimasikan semenjak tahun 1999 ini masih berlanjut hingga detik ini. One Piece adalah cerita tentang petualangan bajak laut mengelilingi dunia. Monkey D. Luffy adalah tokoh utama sekaligus kapten dari kelompok Bajak Laut Topi Jerami. Kelompok Topi Jerami ini terdiri dari Roronoa Zoro, Nami, Usopp, Sanji, Tony Tony Chopper, Nico Robin, Franky, Brook, dan Jinbei. Tujuan Luffy berlayar adalah untuk menemukan harta karun One Piece dan menjadi Rajak Bajak Laut. Sekilas, anime satu ini terlihat seperti ‘kekanakan’ namun menurut penulis, anime yang melegenda ini sebenarnya bukan diperuntukan untuk anak-anak karena cukup banyak adegan kekerasan dan eskplisit ditampilkan di dalam serial tersebut, tetapi juga banyak sekali makna yang terkandung di dalamnya.

Penulis sendiri sudah mengikuti serial One Piece sejak bangku SD, dulu penulis hanya berpikir tentang keseruan karakter-karakternya yang berpostur unik dan beragam jenisnya, belum lagi adegan-adegan baku hantamnya yang ‘keren’ pada masa itu. Namun, setelah penulis beranjak dewasa, karakter-karakter beragam ini hits different karena arc tersebut sangat menggambarkan situasi yang memang relevan untuk manusia di dunia nyata, terlebih saat situasi Black Lives Matter yang masih diperjuangkan hingga kini. Apalagi saat menonton ulang arc Fishman Island yang jelas sekali menjelaskan tentang rasisme, bagaimana manusia ikan yang diperlakukan sebagai budak dan sulit memaafkan ras manusia walaupun impian mereka adalah untuk bisa naik ke atas laut dan berbagi matahari yang sama dengan manusia.

Garis baik dan buruk di series One Piece ini cukup membuka mata dan sangat relatable bagi dunia saat ini. Pemerintah dunia dan polisi (marine) yang dianggap sebagai pelindung rakyat nyatanya banyak yang menggunakan ‘keadilan’ hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, bahkan membohongi banyak orang karena rakus akan kekuasaan mengenai abad kekosongan. Di sisi lain, bajak laut yang dinilai jahat oleh masyarakat, banyak melakukan hal menakjubkan seperti Kelompok Topi Jerami yang menyelamatkan negara-negara yang hampir hancur karena intervensi orang luar (salah satunya dari pemerintah dunia).

Karakter dari pemeran utamanya, Monkey D. Luffy, juga sangat berkesan untuk saya seiring waktu berjalan. Luffy digambarkan sebagai kapten kapal yang ‘bodoh’, polos, hanya peduli pada makanan namun bertekad kuat, setia kawan, jujur, dan bertanggung jawab. Dan menurut saya, karakternya juga dibuat cukup realistis dengan tidak langsung membuatnya ‘kuat’ sejak awal. Kekuatan Luffy berasal dari buah Gomu Gomu yang akibatnya membuat badan Luffy selentur karet. Kekuatan kelenturan karet terbilang biasa saja mengingat pengguna buah iblis yang lebih kuat seperti api, es, cahaya bertebaran hal ini membuat Luffy harus berlatih 100x lebih keras untuk melindungi krunya. Bahkan di arc Sabaody Archipelago, Luffy harus kehilangan krunya dan hiatus selama 2 tahun untuk membuat dirinya dan krunya lebih kuat demi bisa menemukan One Piece. Monkey D. Luffy juga bukan tipe savior complex yang berpikir bahwa dirinya adalah pemeran utama dan harus selalu menyelamatkan siapapun, terutama temannya. Luffy pasti selalu memastikan bahwa temannya tersebut memintanya dan memberikan consent supaya bisa membantu untuk menyelasaikan permasalahan yang dihadapinya. Karakter Kru Topi Jerami lainnya juga tak kalah berkesan; Zoro yang berusaha menjadi pendekar pedang nomor satu di dunia yang keloyalannya tidak perlu dipertanyakan, Nami yang ingin menggambar peta di seluruh dunia, Chopper sebagai dokter kapal yang ingin menyembuhkan semua penyakit, Sanji yang berkeinginan menemukan laut All Blue, Franky dengan kapal buatannya supaya bisa berlayar ke seluruh lautan, dan lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film: A Silent Voice

Resensi Buku: Kapita Selekta Komunikasi "Pendekatan Budaya dan Agama"