Review Film: A Silent Voice
Judul Film : Koe No Katachi (A Silent Voice)
Tahun Rilis :
2016
Negara :
Jepang
Sutradara :
Naoko Yamada
Penulis Naskah :
Reiko Yoshida
Produksi :
Kyoto Animation
Jenis Film :
Drama, Slice of Life
Durasi Film :
2 jam 10 menit
Film Koe No Katachi (A Silent Voice) merupakan
sebuah film animasi Jepang. Film ini diawali dengn tokoh utama Shouya Ishida
dan Shouko Nishimiya duduk di bangku Sekolah Dasar. Nishimiya adalah seorang
siswi pindahan yang akhirnya terbully dikarenakan ia Tuli. Di sisi lain,
walaupun teman-teman sekelas lainnya juga banyak melakukan hal jahil terhadap
Nishimiya, Ishida lah yang paling sering mengejek dan melakukan perbuatan yang tidak
pantas kepada Nishimiya. Perbuatan Ishida dan teman-teman sekelasnya akhirnya
diketahui oleh sekolah serta ibu Nishimiya dikarenakan alat pendengarannya
sering menghilang. Nishimiya berakhir keluar dari sekolah. Orang-orang yang dianggap
teman oleh Ishida tak disangka hanya menyalahkannya walaupun dirinya juga tahu
jelas bahwa mereka juga membully Nishimiya, namun hanya Ishida yang dijauhi
banyak orang.
Singkat cerita, Ishida tumbuh menjadi remaja
penyendiri, kesehatan mentalnya terganggu karena masih dibayang-bayangi masa
lalu kelamya. Tak disangka, takdir kembali mempertemukan Ishida dengan
Nishimiya. Ishida dengan segala cara ingin meminta maaf dan memperbaiki
semuanya dengan Nishimya. Namun, memperbaiki masa lalu kelam yang menyakitkan
untuk keduanya bukanlah hal yang mudah. Rintangan demi rintangan dilalui Ishida
sebagai remaja yang menolak mendengar dan Nishimiya yang tuli namun memiliki
keluasan hati tak terhingga; untuk berdamai dengan masa lalu.
Menurut penulis, film ini menceritakan kebimbangan
dan konsekuensi sebagai anak secara realistis. Bahwa konsekuensi tindakan salah
di masa lampau sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara
emosional. Meskipun masih anak-anak bukan berarti Ishida bisa lepas dari tanggung
jawab dan penyesalan di masa mendatang. Didalamnya juga menjelaskan bahwa
disabilitas menyebabkan ketidakpercayaan diri yang merusak karena
keterbatasannya dalam berkomunikasi bukanlah standar yang dianggap ideal yang
menyebabkan Nishimiya menerima bullying.
Setting bangku sekolah dasar adalah tanda ketidakdewasaan serta kejamnya
konsekuensi bagi anak yang masih belum memahami betul tindakan salah dan benar.
Penulis sangat mengapresiasi bagaimana film merangkum konsekuensi dari bullying dengan memperlihatkan kesamaan
efek negatif dari Nishimiya yang tuli dan Ishida yang telinganya berfungsi
dengan baik pun sama-sama tidak bisa mendengar dan memahami suara manusia
karena trauma yang dialami keduanya. Komunikasi sehat, kelapangan hati,
pengorbanan, persahabatan tulus, dan permohonan maaf antara Ishida dan Nishimiya
dengan kedua ibunya, teman-teman sekolah dasar, serta karakter baru juga dijelaskan
dengan apik, bersama dengan permainan sinematografis yang luar biasa cantik.
Namun sayang, ikatan hubungan romantis antara dua
tokoh utama kurang dibedah karena diakhir film, hubungan Nishimiya dan Ishida
terasa ambigu, banyak plot hole yang
berterbangan, tapi bisa jadi faktor tersebut disukai oleh beberapa pihak
tertentu. Akhir ceritapun kurang jelas serta meninggalkan kesan janggal tetapi
bukan berarti A Silent Voice bukan film animasi menakjubkan yang menghantarkan
pesan moral untuk remaja-remaja yang ada.
Ditulis oleh :
Siti Zulfania Arifin
NIM :
1174020160
Kelas :
KPI-7D
Komentar
Posting Komentar